
Budaya Saung dari Dayak Kenyah, Tidak Sekedar Pelindung Kepala

oleh Elva Norlialis
Salah satu desa di Kecamatan Sungai Boh tepatnya Desa Long Lebusan, jika kita berkunjung ke rumah-rumah warga, kita akan menemukan topi petani yakni caping yang dihias apik dengan kain warna-warni dan sulaman terpajang di dinding rumah. Hampir setiap rumah warga memilikinya. Biasanya tergantung di dinding luar rumah.
Masyarakat Dayak Kenyah menyebutnya saraung atau disingkat menjadi saung. Digunakan untuk melindungi diri dari panasnya matahari dan air hujan ketika sedang beraktivitas dan berpergian, seperti ke ladang, sawah, kebun, dan aktivitas luar rumah lainnya. Tidak hanya itu kegunaannya, masyarakat juga menggunakan saung sebagai hiasan rumah, ataupun dijual kepada orang yang berkunjung ke desa.
Penggunaan saung ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang suku Dayak Kenyah. Dalam Pembuatan saung ini pun, ada tahapan-tahapan yang dilalui si pembuat saung. Tahapan- tahapan pembuatan yang cukup panjang dan rumit. Salah satunya karena bahan utama diambil dari hutan sekitar desa seperti daun sang dan rotan.
Cara pembuatan saung yaitu, jemur daun sang terlebih dahulu sampai kering. Ditandai dengan warna daun menjadi putih. Kemudian digulung satu persatu daunnya. Lalu disetrika mengunakan penutup panci yang dipanaskan dengan bara api atau menggunakan kain serbet. Tujuannya agar daun sang menjadi lurus dan mudah dibentuk. Tahap berikutnya daun sang dijahit helai per helai bentuk lingkaran yang mengerucut ke atas. Setelah selesai dijahit, pasang rotan sebagai penguat. Kemudian, beri hiasan dengan sulaman benang wol atau kain warna warni. Serta lapisi dengan plastik agar saung lebih tahan lama.
Menurut masyarakat penggunaan saung itu sendiri sudah tidak dapat dipisahkan atau dihilangkan dari masyarakatnya, karena merupakan salah satu kebutuhan masyarakat untuk digunakan dalam setiap aktivitasnya sehari-hari.
“Saung sangat penting bagi kami orang Dayak Kenyah karena tidak mungkin membawa payung ke ladang sambil bekerja,” begitu kata salah seorang ibu di desa bernama Impe Laing pada 29 September 2024.